1. Bidang Ekonomi
Pada masa pasca proklamasi kemerdekaan, keadaan perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi dan pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan mata uang Belanda, keadaan kas Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak.
Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan de javasche bank, KLM, KPM, dan perkebunan – perkebunan asing milik swasta asing, serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan negara merugi sebesar 200.000.000,00.
Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah perang yang dilancarkan sekutu dan NICA. Usaha- usaha lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi pada bulan februari tahun 1946. Agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.
2. Bidang Politik
Kondisi dunia politik bangsa Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, banyak sekali mengalami perubahan dan pembaharuan di segala aspek. Sebagian besar melakukan pembenahan di dalam tubuh pemerintahan yang mana sebelumnya dipimpin oleh bangsa jepang yang menduduki bangsa Indonesia setelah Belanda. Pertama-tama melakukan rapat PPKI yang dilaksanakan pada tanggal 18 agustus 1945. Agenda pertama adalah menunjuk presiden dan wakil presidenserta mengesahkan dasar negara yaitu UUD Negara. Kemudian rapat terus berlanjut dengan agenda –agenda yang lebih luas yaitu pembentukan alat-alat perlengkapan negara seperti Komite Nasional, Kabinet Pertama RI, pembagian wilayah RI atas 8 Propinsi beserta pada gubernurnya, penetapan PNI sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia, pembentukan BKR/TKR, dan lain-lain. Tetapi banyaknya hambatan dan kurangnya pengalaman dalam perjalanan pembangunan yang akan dihadapi, maka jalannya pemerintahan menjadi tersendat dan tidak seluruhnya sesuai rencana dan cita-cita yang telah di canangkan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa setelah Jepang menyerah terhadap Sekutu, Tentara Inggris ditugaskan di Indonesia untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang. Sebelum tugas itu dilaksanakan, antara Inggris dan Belanda, sesama anggota Sekutu, pada tanggal 24 Agustus 1945 disuatu tempat dekat London, terjadi penandatanganan suatu Civil Affairs Agreements yang isinya bahwa Inggris akan membantu Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Dalam era baru itu Belanda berpegang pada pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942 yang isinya antara lain bahwa Indonesia dijadikan negara commonwealth yang berbentuk federal.
Setelah Jakarta dikuasai oleh Belanda, untuk menciptakan suatu daerah yang aman, Belanda memperluas daerah kekuasaannya ke arah barat. Tangerang sebagai pintu gerbang barat bagi Jakarta dan Gerbang Timur bagi Banten, dikuasai pada akhir bulan Mei 1946, sedangkan Pemerintah Sipil Tangerang mundur dan pindah ke Balaraja, sekitar 45 km disebelah timur kota Serang. Sebelum itu, untuk mengepung kota Tangerang, Serpong yang ada di sebelah selatan Tangerang, dikuasai lebih dahulu/ Pada pertengahan bulan Juni 1946 Curug Mauk dan Balaraja diserang Belanda. Disebelah Selatan untuk mengisolasi Banten, Belanda menduduki Bogor dan kemudian Pelabuhan Ratu. Dengan dikuasainya tempat=tempat tersebut, pintu-pintu keluar dan masuk ke Daerah Banten TERTUTUP.
Agresi Militer Belanda pertama tanggal 21 Juli 1947 yang dilaksanakan serentak ke seluruh Wilayah RI tidak menguasai Banten. Banten hanya didesak ke Barat dan BLOKADE terhadap daerah ini diperketat. Ada beberapa kemungkinan mengapa daerah paling ujung Jawa ini TIDAK DISERANG. Pertama, jika dilihat dari segi ekonomi, Banten bukan daerah yang menguntunkan jika dikuasai. Kedua, dari segi politik, Belanda sangat meragukan Banten apakah daerah itu setelah dikuasai dapat dijadikan daerah yang berdiri sendiri diluar RI, mengingat kebencian rakyat Banten terhadap Belanda. Tampaknya karena kedua hal tersebut, Belanda hanya meng-isolasi daerah itu rapat-rapat yang tujuannya untuk melumpuhkannya. Integrasi Banten dengan Pemerintah Pusat kembali mendapat gangguan, Banten mau dipisahkan dari RI. Banten diblokade secara total agar menjadi lemah yang tujuannya untuk melepaskan daerah itu dari Negara Kesatuan RI.
Isolasi terhadap Banten secara total dilakukan dengan mengadakan penjagaan yang ketat di daerah garis demarkasi yang membujur dari Mauk disebelah utara ke selatan sampai dipantai Lautan Hindia. Belanda juga melakukan blokade laut. Perairan Selat Sunda diawasi dengan ketat. Setiap hari kapal perang Belanda mondar-mandir didekat Pelabuhan Merak. Banten di-isolasi dan diblokade oleh Belanda sehingga hubungan dari daerah itu kedaerah lain atau sebaliknya lewat jalan darat sukar, termasuk hubungan dengan Pemerintah Pusat di Yogyakarta. Hubungan Banten dengan Pemerintah Pusat dilakukan lewat selatan yakni Bayah.
Blokade ini mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan Rakyat Banten. Akibat blokade, beberapa macam barang kebutuhan sehari-hari yang sebelumnya didatangkan dari luar, sulit diperoleh dan kalau ada, harganya sangat mahal. Keadaan ini merupakan UJIAN bagi Pemerintah Daerah Banten dan rakyatnya.
Untuk mengatasi kebutuhan hidup masyarakat, berbagai cara dilakukan, baik oleh rakyat maupun Pemerintah Daerah Banten. Rakyat antara lain ada yang membuat barang-barang tertentu dan menggunakan barang-barang lain sebagai pengganti. Ada pula yang membeli beberapa jenis barang dari luar dengan cara-cara tertentu. Pemerintah Daerah berusaha meningkatkan penghasilan daerah dengan berbagai cara, seperti mengeluarkan aturan-aturan baik terhadap para pedagang maupun masyarakat agar hasil-hasil daerah Banten digunakan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, rakyat membuat barang-barang tertentu sebagai pengganti, seperti bensin, garam, sabun, gula merah dan obat-obatan yang mutunya lebih rendah. Untuk memenuhi kebutuhan akan bensin, di Silalangu, 6 km dari Stasiun Maja, diusahakan pembuatan bensin dari karet dengan proses destilasi. Pembuatannya sangat sederhana, mula-mula latex karet dimasukan kedalam drum tanpa menggunakan pengukur tekanan, uapnya dialirkan lewat pipa yang berasal dari waterleiding. Untuk mendinginkan uap, pipa itu dimasukan kedalam selokan dan pada ujung pipa ditempatkan sebuah drum untuk menampung hasilnya yang berupa bensin. Selain di Silalangu ada tiga tempat lain yang membuat bensin dari karet, seperti di onderneming Cibiuk yang diusahakan oleh Soeleman.
Untuk memenuhi kebutuhan akan garam dapur, rakyat di sepanjang pantai Selat Sunda dan Pantai Lautan Hindia membuat garam dengan cara pembuatan yang sangat sederhana, yaitu dengan cara memasak air laut dalam drum yang menghasilkan kristal garam yang licin dan keras. Untuk mencukupi kebutuhan akan sabun cuci, orang menggunakan buah kelerak. Ada juga orang yang mendirikan perusahaan sabun yang menggunakan peralatan sederhana. Kebutuhan akan gula pasir dipenuhi dengan menggantinya dengan gula merah. Kebutuhan akan obat-obatan dipenuhi dengan membuat sendiri beberapa jenis obat, seperti obat batuk dibuat dari daun sirih, bubuk kina dibuat dari kulit kina yang ada di daerah Jasinga, Obat buduk menggunakan salep belerang yang dibuat dari belerang yang dicampur minyak kelapa sawit, Perban dibuat dari kulit pohon pisang bagian dalam, Vaksin cacar dibuat oleh Dr. Satrio pejabat bagian kesehatan Brigade Tirtayasa saat berkecamuk wabah cacar.
Atas bantuan Soerjo, Mantri cacar di Malingping, vaksin cacar dibuat. Soerjo pernah membuat Vaksin di Lembaga Pasteur di Bandung. Untuk membuat vaksin bahan bakunya adalah Vaksin Kering, Kerbau Muda atau Sapi dan Glycerin sebagai bahan pencampur. Setalah bahan baku diperoleh dengan berbagai cara, vaksin dibuat. Kerbau muda dimandikan sebersih-bersihnya, lalu dicukur bersih seluas kurang lebih 40X30 cm, lalu dicuci ulang dengan sabun dan dibilas dengan air matang agar kulitnya benar-benar bersih. Vaksin kering dicampur dengan glycerin kemudian digoreskan di kulit kerbau yang telah dibersihkan itu. Setelah goresan kering, bekasnya ditutup dengan kain putih untuk melindunginya dari lalat dan kotoran. Setelah tiga hari, bisul-bisul cacar tumbuh, lalu ditunggu sampai mengerak. Bisul yang mengerak dikerok dari kulitnya setelah terlebih dahulu kerbau itu disembelih. Kerak cacar itu lalu digiling dengan menggunakan gilingan kopi yang terlebih dahulu direbus dalam air mendidih. Sambil digiling, cairan glycerin dituangkan dan akhirnya menghasilkan adonan yang homogen dan itulah vaksin cacar. (Madjiah, 1993:203-205).
Selain itu, ada yang menggunakan barang lain sebagai pengganti, seperti untuk lampu penerangan orang menggunakan minyak kelapa dan biji-bijian yang berminyak. Tekstil sangat kurang, sehingga orang banyak menggunakan karung bagor sebagai pakaian. Orang membuat kemeja dari sarung polekat yang telah tua lalu dicelup. Karena langkanya batu korek api, orang membuat api dengan menggunakan batu titikan yang titik dengan sepotong kecil baja.
Usaha oleh Pemerintah Daerah Banten untuk mengatasi Blokade Belanda adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pedagang dan rakyat. Misalnya, peraturan tentang ekspor barang-barang agar para pedagang setelah kembali mengekspor, harus membawa bahan pakaian dan alat-alat kendaraan yang diperlukan oleh rakyat yang dibeli olehnya sebanyak 50% dari harga barang yang diekspor. Peraturan itu ternyata tidak dipatuhi oleh seorang pedagangpun.
Perlunya barang-barang yang cukup di Banten ditunjukkan juga dengan adanya perdagangan barter antara Banten dan Jakarta yang dimulai pada bulan Mei 1948. Dari Banten dibawa bahan-bahan mentah ke Jakarta, sebaliknya dari Jakarta dibawa barang-barang tekstil. Sebagai langkah awal, perdagangan seperti itu dimulai oleh pihak swasta.
Dilapangan moneter, karena Banten tidak menerima kiriman uang dari Pemerintah Pusat, dicetak uang sendiri bernama “Uang Kertas Darurat Untuk Daerah Banten” yang terkenal dengan sebutan URIDABS (Uang Republik Indonesia Daerah Banten Sementara. Pengeluaran uang itu didasarkan pada jaminan adanya tambang emas di Cikotok. Pembuatan mata uang itu dilakukan setelah Pemerintah Daerah Banten tidak dapat membayar gaji pegawai karena tidak ada uang. Promotor pembuat uang tersebut adalah Pembantu Gubernur Mr. Joesoep Adiwinata dan R.Lumanauw, Kepala Kantor Inspeksi Keuangan Keresidenan Banten, yang dipersiapkan semenjak bulan September 1947. Dengan menggunakan peralatan yang sederhana pada bulan Desember 1947 beredar emisi pertama yaitu pecahan Rp. 1,00, Rp.5,00, Rp. 10,00 dan Rp. 25,00. Kemudian pada bulan Agustus 1948 keluar emisi kedua yaitu pecahan Rp, 50,00.
Wujud URIDABS sangat sederhana sehingga mudah dipalsukan. Pada pertengahan tahun 1948 uang bernilai Rp. 25,00 dipalsukan oleh orang dari luar daerah Banten dan uang palsu itu banyak beredar di masyarakat. Untuk mengatasinya dibentuk Panitia Khusus yang mengadakan penelitian terhadap uang di pasar-pasar segera dimusnahkan. Selain itu, Panitia juga melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang dari daerah pendudukan yang masuk ke daerah Banten. Mereka ditangkap apabila diketahui membawa uang palsu. URIDABS asli terus bertambah. Akibatnya Inflasi tidak dapat dihindari. Setelah Agresi Militer kedua, URIDABS dibekukan sehingga keperluan rakyat sehari-hari dicukupi dengan jalan tukar menukar barang (barter).
Sedikitnya jumlah barang dipasaran mengakibatkan harga barang-barang terutama bahan makanan, semakin tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan untuk memperbaiki keadaan perekonomian daerah, berbagai cara dilakukan. Kalangan pedagang dan Jawatan Perdagangan membentuk “Majelis Perniagaan Daerah Banten” yang usahanya antara lain dilapangan impor dan ekspor. Sementara itu, mulai tanggal 5 Nopember 1948, Pemerintah ton Daerah memberi izin kembali kepada pedagang-pedagang besar untuk membawa kopra sebanyak 50 ton luar daerah, asal ketika kembali mereka membawa barang-barang lain yang dibutuhkan di Banten.
Cara lain yang dilakukan oleh Pemerintah daerah, agar hasil dari daerah itu tidak banyak keluar adalah dikeluarkannya mulai pertengahan bulan Nopember 1948 aturan yang dituangkan dalam suatu peraturan yang menetapkan banyaknya barang yang diperbolehkan dibawa keluar daerah Banten. Dalam Peraturan itu ditetapkan bahwa setiap orang hanya dibolehkan membawa minyak kelapa tanah dan lain sebagainya sebanyak satu liter. Untuk berbagai macam kacang, beras, gula merah, gula pasir dan ikan kering setiap orang hanya diperbolehkan membawa sebanyak satu kilogram. Untuk binatang ternak seperti ayam, itik, bebek setiap orang hanya diperbolehkan membawa satu ekor. Pelanggaran terhadap aturan itu akan diberi tindakan, yaitu barang-barang yang dibawa dirampas dan orang yang membawanya ditawan. Jika orang, karena sesuatu hal harus membawa barang-barang tersebut dalam jumlah yang melebihi ketentuan, mereka wajib berhubungan dengan pihak yang berwajib, yaitu Jawatan Kemakmuran.
Walaupun usaha Pemerintah Daerah untuk menyediakan bahan makanan berhasil, namun harganya seperti beras terus meningkat. Tampaknya penyebabnya adalah inflasi URIDABS, sehingga nilai mata uang itu menurun. Upah para pekerja ikut meningkat, sehingga penghasilan mereka lebih tinggi daripada gaji pegawai daerah yang berpangkat tinggi. Kehidupan para pegawai sungguh memprihatinkan. Keadaan seperti ini tampaknya yang diinginkan oleh Belanda untuk melemahkan Banten.
Blokade Total Belanda ternyata tidak menggoyahkan Banten untuk lepas dari Negara Kesatuan RI. Kebencian Rakyat Banten terhadap Belanda benar-benar ditunjukan. Banten tetap berintegrasi dengan Negara Kesatuan RI, bahkan dalam keadaan sulit, Banten masih dapat membantu Pemerintah Pusat dengan batangan-batangan emas yang dihasilkan dari Cikotok.Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
- Terjadi Inflasi yang sangat tinggi
- Adanya Blokade ekonomi dari Belanda
- Kekosongan kas Negara
- Usaha bersifat politis, yaitu Diplomasi Beras ke India
- Mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri